Saturday, April 28, 2012

Karnamu, aku berdarah ungu

Dulunya aku tidak tau apa-apa. Malah kelabu. Memang sih dulu aku tau apa itu hijau, merah, kuning, atau putih, tapi tidak ungu. Ungu itu menjanda, yang pernah ku dengar. Ungu itu kompilasi merah dan biru, yang pernah ku coba. Ungu itu tujuh, yang pernah ku lihat. Dan ungu itu cerita, yang pernah ku rasakan. Namun kini ungu tak hanya itu. Ada lagi yang baru ku tau tentang ungu, bahwa ungu itu mengalir di darahku.

Tidak berpindah aliran. Tidak membedakan anggapan. Hanya saja ungu memang kehidupan.

Kini ada suara dalam ungu. Ada ikatan. Ada perjanjian. Ada keloyalan. Dan ada kedamaian. Dari ungu aku tau betapa solidernya semut-semut dalam menapaki pesakitan, merakit dengan riuh yang sama kemudian bersorak “Hurray” ketika gula jatuh dalam sarangnya.  Dari ungu aku tau betapa lembutnya gigitan gajah, menghentak tanah kuat-kuat namun ketika sampai di sabana kayuhan giginya memamah,  tak lagi meronta namun melemah. Dan dari ungu aku tau betapa cantiknya senyum koala, meski tak pernah lepas dari rangkulan ranting kayu, meski tak pernah lelah menajamkan mata, koala semanis arum yang melegitkan bibir merah, senyumnya memesona. Hingga, ungu adalah solidernya semut dalam gigitan gajah yang semanis senyum koala.

Akh , jangan terlalu dipikir !

Hanya kosakata jail, yang menerangkan bahwa ungu meledak-ledak dalam kegembiraan. Nano-nano . rame rasa, rame ceria!

-huckie-
Sekali dua kali ungu menerangkan, hingga dia mampu menerjemahkan suatu keabadian yang dulunya pernah ku khawatirkan tak kan pernah ada.
Apalagi yang perlu dipertanyakan dari ungu? Aku menemukan kedamaian, karna aku berdarah ungu.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home